Mahasiswa Unsika Kritisi IUP Kampus : Ancaman bagi Kebebasan Akademik

Mahasiswa Unsika Kritisi IUP Kampus : Ancaman bagi Kebebasan Akademik

Smallest Font
Largest Font

KARAWANG - Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada pimpinan kampus menuai kritik keras dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa. Skema ini dinilai sebagai upaya sistematis untuk melemahkan gerakan mahasiswa, membungkam kritik akademik, dan mengubah kampus menjadi alat kekuasaan.

Menurut Tri Prasetio Putra Mumpuni, mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang juga aktivis pergerakan mahasiswa, pemberian IUP kepada rektor atau pejabat kampus bukan sekadar kebijakan administratif, tetapi bagian dari strategi besar untuk menghilangkan ruang kritis di perguruan tinggi.

"Mahasiswa selama ini menjadi garda terdepan dalam mengawal kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat. Dengan memberikan IUP kepada pimpinan kampus, pemerintah dan korporasi mencoba meredam gerakan mahasiswa sejak dari akarnya. Ini bukan hanya konflik kepentingan, tetapi pengkhianatan terhadap independensi akademik," tegas Tri Prasetio.

IUP: Bentuk Korupsi yang Mengancam Kebebasan Akademik

Pemberian IUP kepada pimpinan kampus dinilai sebagai bentuk korupsi terselubung yang membawa dampak serius bagi dunia akademik.

"Ketika rektor atau pejabat kampus terlibat dalam bisnis pertambangan, mereka tidak lagi netral dalam kebijakan kampus. Kepentingan bisnis akan lebih diutamakan dibandingkan kebebasan akademik dan kesejahteraan mahasiswa," tambah Tri.

Tri melanjutkan, mahasiswa yang bersuara kritis terhadap kebijakan kampus atau pemerintah berisiko mengalami intimidasi, represi administratif, bahkan kriminalisasi. Kampus yang seharusnya menjadi ruang diskusi bebas berubah menjadi tempat sensor dan tekanan terhadap aktivisme mahasiswa.

Kampus Menjadi Alat Kekuasaan, Bukan Ruang Intelektual

Independensi akademik adalah pilar utama dalam dunia pendidikan. Namun, dengan kepentingan ekonomi yang menyusup ke dalam kepemimpinan kampus, perguruan tinggi tidak lagi berfungsi sebagai ruang kritis, melainkan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan dan kepentingan oligarki.

Strategi Membungkam Gerakan Mahasiswa: Sebuah Konspirasi?

Menurut Tri Prasetio, gerakan mahasiswa selalu menjadi penghalang utama bagi kebijakan yang merugikan rakyat, seperti:

Omnibus Law yang menguntungkan investor asing

Privatisasi pendidikan yang semakin menyulitkan akses pendidikan bagi rakyat kecil

Eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan dan menggusur masyarakat adat

Dengan menempatkan pimpinan kampus dalam lingkaran bisnis pertambangan, pemerintah dan korporasi mencoba menjinakkan kampus dan memutus mata rantai perlawanan mahasiswa.

Beberapa strategi yang dilakukan untuk membungkam gerakan mahasiswa antara lain :

Meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas mahasiswa dan organisasi kampus

Membatasi diskusi dan kajian kritis yang menentang kebijakan pemerintah

Menggunakan birokrasi kampus untuk menghambat aksi protes dan gerakan mahasiswa

Membentuk opini publik bahwa aktivisme mahasiswa adalah ancaman stabilitas nasional

"Ini bukan kebetulan. Semua ini adalah bagian dari strategi besar untuk menciptakan kampus yang tunduk pada kepentingan ekonomi dan politik elit. Jika kampus sudah dikuasai, maka suara kritis mahasiswa akan semakin sulit untuk didengar," lanjut Tri Prasetio.

Gerakan Mahasiswa Tidak Boleh Tunduk!

Di tengah upaya sistematis untuk membungkam gerakan mahasiswa, Tri Prasetio menegaskan bahwa mahasiswa harus tetap berjuang dan melawan segala bentuk represi.

Mahasiswa dapat melakukan beberapa langkah strategis, di antaranya:

Membangun solidaritas antar kampus dan organisasi mahasiswa

Menggugat transparansi kepemimpinan kampus yang terlibat dalam bisnis tambang

Memanfaatkan media digital untuk menyebarkan bukti dan menyuarakan perlawanan

Menuntut pemerintah untuk mencabut kebijakan yang menjadikan kampus sebagai alat kekuasaan

Melakukan aksi massa untuk menekan pimpinan kampus agar tetap independen dari kepentingan bisnis dan politik

"Kita harus sadar bahwa pendidikan adalah hak, bukan komoditas! Jika kita diam, maka kampus akan berubah menjadi alat kekuasaan yang hanya melayani kepentingan segelintir elit. Kita harus lawan, karena sejarah berpihak pada mereka yang berani melawan ketidakadilan!" pungkas Tri Prasetio.

REIRISKY II RED

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Reirisky Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow