Sejarah Hukum Tanah Hak Guna Usaha : Dinamika Regulasi dan Dampaknya bagi Dunia Usaha di Indonesia
BOGOR - Regulasi mengenai Tanah Hak Guna Usaha (HGU) kembali menjadi sorotan di tengah maraknya kritik dari berbagai kalangan, terutama pelaku usaha di sektor perkebunan, pertanian, dan industri.
Pakar hukum bisnis Adv. Rusli Efendi, SE., SH., MH dari Kantor Hukum Leo Efendi & Rekan menegaskan bahwa ketidakpastian hukum, birokrasi yang berbelit, serta aturan yang tumpang tindih menjadi hambatan utama bagi dunia usaha di Indonesia.
"Banyak regulasi yang seharusnya mempermudah pelaku usaha, tetapi justru menjadi penghalang. Proses perizinan yang panjang, aturan pajak yang tidak konsisten, serta lambatnya birokrasi membuat banyak perusahaan kesulitan berkembang, terutama dalam kepemilikan dan pemanfaatan lahan HGU,” ujar Rusli Efendi dalam sebuah diskusi hukum di Bogor, Selasa (29/1/2025).
Sejarah dan Dinamika Regulasi Tanah HGU di Indonesia
Konsep Hak Guna Usaha (HGU) pertama kali diperkenalkan sejak era kolonial sebagai bentuk hak atas tanah yang diberikan kepada perusahaan atau individu untuk mengelola tanah negara dalam jangka waktu tertentu.
Pasca-kemerdekaan, regulasi mengenai HGU terus mengalami perubahan, terutama dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.
Namun, seiring berjalannya waktu, kebijakan terkait HGU justru menjadi semakin kompleks. Banyaknya peraturan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah sering kali menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha.
Misalnya, dalam proses perpanjangan HGU, tidak jarang perusahaan menghadapi kendala birokrasi yang berlarut-larut, bahkan berujung pada sengketa agraria.
Memasuki era reformasi, pemerintah mencoba melakukan deregulasi guna menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif.
Salah satu upaya terbaru adalah melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang bertujuan untuk menyederhanakan aturan perizinan, termasuk dalam pengelolaan tanah HGU. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan.
Tantangan Regulasi Hak Guna Usaha (HGU): Ketidakpastian Hukum hingga Sengketa Agraria
Menurut Adv. Rusli Efendi, ada beberapa tantangan utama yang dihadapi pelaku usaha terkait regulasi HGU, antara lain:
1. Proses Perizinan yang Berbelit
Perizinan untuk memperoleh atau memperpanjang HGU sering kali memakan waktu lama akibat birokrasi yang tidak efisien. Hal ini berdampak pada kelangsungan usaha, terutama di sektor perkebunan dan industri.
2. Tumpang Tindih Aturan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Banyak kebijakan yang tidak sinkron antara regulasi nasional dan kebijakan daerah. Hal ini sering kali menyebabkan konflik kepentingan dan ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha.
3. Sengketa Tanah dan Konflik Agraria
Ketidakjelasan batas wilayah HGU serta mekanisme alih fungsi lahan sering kali memicu sengketa tanah, baik dengan masyarakat adat, petani, maupun pemerintah.
4. Dampak Lingkungan dan Keberlanjutan
Regulasi HGU yang kurang memperhatikan aspek keberlanjutan sering kali berkontribusi pada deforestasi, pencemaran lingkungan, serta degradasi lahan.
Dampak Ketidakpastian Hukum HGU terhadap Dunia Usaha dan Investasi
Dampak dari ketidakpastian regulasi HGU tidak hanya dirasakan oleh pelaku usaha, tetapi juga memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Banyak investor, baik lokal maupun asing, yang enggan berinvestasi di sektor agribisnis karena khawatir dengan kepastian hukum terkait kepemilikan dan pemanfaatan lahan.
Sektor perkebunan kelapa sawit, pertanian, hingga kehutanan menjadi yang paling terdampak akibat permasalahan ini.
Tanpa kepastian hukum yang jelas, perusahaan sulit untuk melakukan ekspansi, memperoleh pendanaan, serta memastikan keberlanjutan bisnis mereka.
“Banyak pelaku usaha yang menghadapi kesulitan dalam mengurus perpanjangan HGU. Bahkan, ada yang terpaksa berhadapan dengan konflik tanah akibat ketidaksesuaian aturan antara pemerintah pusat dan daerah. Tidak jarang, kepentingan politik di daerah juga ikut mempengaruhi proses perizinan,” tambah Rusli Efendi.
Solusi dan Harapan: Reformasi Hukum Agraria yang Lebih Transparan
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan berbagai upaya untuk menyederhanakan regulasi dan memperbaiki sistem perizinan tanah HGU.
Namun, ada beberapa langkah konkret yang masih perlu dilakukan untuk menciptakan sistem hukum agraria yang lebih transparan dan kondusif, di antaranya:
1. Harmonisasi Regulasi antara Pusat dan Daerah
Pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi nasional dan kebijakan daerah sejalan, sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi pelaku usaha.
2. Digitalisasi dan Transparansi Perizinan
Pemanfaatan teknologi digital dalam proses perizinan HGU dapat mempercepat birokrasi serta mengurangi praktik korupsi.
3. Penyelesaian Sengketa Tanah Secara Adil
Pemerintah perlu membentuk mekanisme penyelesaian sengketa agraria yang lebih cepat, efektif, dan berpihak pada keadilan bagi semua pihak.
4. Regulasi Berbasis Keberlanjutan
HGU seharusnya tidak hanya menguntungkan pelaku usaha tetapi juga memperhatikan dampak lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.
(Red)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow