Waduh! Pemkab Bekasi Dinilai Langgar Konstitusi dalam Penyelenggaraan Kepariwisataan

Waduh! Pemkab Bekasi Dinilai Langgar Konstitusi dalam Penyelenggaraan Kepariwisataan

Smallest Font
Largest Font

KABUPATEN BEKASI - Setelah penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, dinilai telah mengalami penurunan dalam efektivitas dan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Kebijakan ini, yang diundangkan pada 15 Januari 2016, malah lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat, terutama dalam sektor kepariwisataan.

H. Oding Praja, tokoh sesepuh Kabupaten Bekasi, menyebutkan, penyelenggaraan kepariwisataan Kabupaten Bekasi diibaratkan seperti kotoran, meskipun hukum dasarnya tidak boleh, tetapi tetap bisa dimanfaatkan untuk tujuan yang lebih baik, seperti mengolahnya menjadi kompos yang berguna. 

“Namun, hal ini bukan berarti apa yang ‘haram’ menjadi ‘halal’ melainkan ada potensi pemanfaatan dalam kondisi yang lebih tepat,” kata H. Oding Praja Tokoh sesepuh Kabupaten Bekasi, Jumat (17/01).

Pembangkangan terhadap Rekomendasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Dalam perkembangan lebih lanjut, Pemerintah Kabupaten Bekasi dianggap telah melakukan pembangkangan konstitusi dalam penyelenggaraan kepariwisataan. 

Pada saat pembahasan rancangan Peraturan Daerah (Perda), Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyampaikan dua surat resmi yang meminta revisi dan penyempurnaan terhadap sejumlah ketentuan dalam Perda yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.

Surat pertama, Nomor 188.34/6273/Hukham tanggal 23 Desember 2015, dan surat kedua, Nomor 188.342/4529/Hukham pada 11 Oktober 2016, meminta agar beberapa pasal dalam Rancangan Perda Kepariwisataan direvisi. Beberapa pasal yang diminta untuk dihapus antara lain Pasal 47, yang bertentangan dengan UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, serta Pasal 57 yang dianggap tidak sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Meskipun telah menerima rekomendasi tersebut, Pemerintah Kabupaten Bekasi hingga kini belum melakukan perubahan signifikan terhadap perda tersebut, yang menimbulkan tanda tanya besar terkait kepatuhan terhadap hukum yang lebih tinggi.

Penyelenggaraan Hiburan yang Bertentangan dengan Perda

Menurut ketua LSM Kompi, Ergat Bustomy, terdapat ketidakselarasan antara peraturan yang ada dan praktik di lapangan. Sebagai contoh, Pasal 47 dalam Perda melarang pertunjukan musik live, namun Pemkab Bekasi secara teratur menyelenggarakan acara hiburan seperti jaipongan dan wayang golek di sekitar kantor Pemda Bekasi. 

Masih Ergat, ia menambahkan, hal ini jelas bertentangan dengan ketentuan yang ada dalam perda, yang mengatur pembatasan kegiatan hiburan tertentu.

“Praktik ini semakin menambah kesan bahwa pajak hiburan di Kabupaten Bekasi tidak dapat ditarik dengan optimal, dan lebih cenderung menjadi lahan bagi penyalahgunaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu merugikan potensi pendapatan daerah yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Bekasi,” pungkasnya.

REIRISKY II RED

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Reirisky Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    1
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    1
    Angry
  • Sad
    1
    Sad
  • Wow
    0
    Wow